RSS

Monday 21 April 2008

Menghargai Orang Yang Lebih Berusia

hasil perkongsian bacaan sahabat kita, Sofiah dari www.paksi.net....

Jika engkau bertemu dengan orang yang usianya lebih tua, katakanlah, orang ini lebih dahulu daripadaku dalam hal keimanan dan amal saleh. Ia lebih baik dariku. Jika engkau bertemu dengan orang yang usianya lebih muda, katakanlah, aku telah mendahuluinya dalam dosa dan kesalahan. Jadi ia lebih baik dariku. (Bakr bin Abdullah Al Mazni)

Ali bin Abi Thalib terburu-buru pergi dari rumahnya untuk menunaikan solat Subuh berjamaah di masjid Nabi. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang lelaki tua, seorang Yahudi tua, yang berjalan menuju arah yang sama. Ali, kerana kemuliaan dan keluhuran akhlaknya, berusaha memberikan hormat kepada orang yang lebih tua darinya itu, sehingga ia tidak mahu mendahului Yahudi tersebut, walau jalannya sangat perlahan. Sesampainya di masjid, solat berjamaah sudah dimulai, Nabi SAW sudah dalam keadaan ruku' bahkan hampir berdiri dari ruku'nya tersebut. Namun, dengan perintah Allah, Jibril turun, lalu meletakkan tangannya di atas bahu Nabi SAW. Jibril menyuruh beliau menahan rukunya, agar Ali tidak sampai kehilangan rakaat pertama.

Setelah solat selesai dilaksanakan, yang kemudian dilanjutkan dengan zikir, doa, serta mengajarkan ilmu-ilmu dari Al Quran kepada sahabat, beliau berpaling kepada Jibril, lalu bertanya tentang sebab yang membuatnya harus memperpanjangkan ruku'. Jibril menjawab bahwa sangat tidak patut jika Ali bin Abi Thalib kehilangan pahala yang terdapat pada rakaat pertama shalat Subuh, kerana sikap hormat yang ditunjukkannya kepada seorang Yahudi tua yang ditemuinya di tengah perjalanan menuju masjid Nabi.

Setiap manusia, siapapun dia, memiliki hak untuk dihargai, dihormati dan diperlakukan sesuai kedudukan serta kemampuan dirinya. Ada yang layak dihormati kerana ilmunya, seperti halnya para ulama, para cendekiawan, para guru, ilmuwan, dsb. Ada yang harus dihormati kerana sebab hubungan darah dengannya, misal orangtua, abang,kakak,pak dan mak saudara, serta saudara-saudara lainnya. Ada pula yang dihormati kerana sebab usianya, di sini ada orang yang lebih tua, ada yang seusia, ada pula yang lebih muda. Semuanya harus diperlakukan secara proporsional sesuai haknya.

Ada pula urutan-urutan keutamaan dalam proses hormat-menghormati ini, mana yang paling layak dihormati, mana yang harus lebih dulu dihormati, mana pula yang paling wajib memberi penghormatan dibanding yang lainnya. Misalnya, yang berkendaraan lebih wajib memberi salam kepada yang berjalan kaki. Yang berjalan kaki memberi salam kepada yang duduk. Yang sendirian lebih wajib memberi salam kepada yang berkumpul, dsb (HR Muttafaqun ‘Alaih).

Jika kita menelaah kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabat, maka kita akan menemukan hakikat keadilan dalam pergaulan hidup mereka. Setiap orang diperlakukan sesuai dengan kedudukannya, dalam erti dipenuhi haknya, serta diberi keleluasaan untuk menunaikan kewajibannya. Akibatnya, lahirlah proses timbal balik, di mana setiap orang akan berusaha memberikan yang terbaik untuk yang lainnya. Dalam situasi seperti inilah, konsep persaudaraan yang diungkapkan dalam Al Quran dan hadits benar-benar teraplikasikan secara optimal.

Sejatinya, apa yang dicontohkan Ali bin Abi Thalib dalam kisah ini, adalah gambaran, puncak bagaimana seorang manusia menunaikan hak-hak yang dimiliki manusia lainnya, siapa pun orang tersebut. Di mana yang lebih muda harus menghormati yang lebih tua. Seorang anak harus mentaati orangtuanya. Seorang murid harus memuliakan gurunya. Walaupun ada tuntutan bagi yang lebih tua untuk menghargai, menyayangi, serta memberi teladan yang baik pula kepada yang muda.

Sesungguhnya, mudah saja bagi saidina Ali untuk mendahului Yahudi tua tersebut,bahkan dia hanya seorang Yahudi tua kafir, tidak dapat melihat, serta berjalan bukan untuk ke masjid. Bahkan saidina Ali pun tidak terkena dosa jika mendahului jalannya. Namun saidina Ali tidak melakukan hal tersebut. Mengapa? Disebabkan beliau tidak ingin mencederai hak orang lain. Biarlah orang lain tidak balas menghormati, biarlah orang lain tidak melihat apa yang dilakukannya, yang penting ia telah menunaikan kewajibannya sebaik mungkin. Sebab, bagaimanapun keadaannya, Yahudi tersebut tetaplah orang yang harus dihargai nilai kemanusiaannya. Inilah yang dinamakan ihsan.

Dalam erti, tidak sekadar melakukan yang baik, namun melakukan yang terbaik. Disebabkan sikapnya itu, Ali beroleh bonus luar biasa daripada Allah SWT. Betapa tidak luar biasa, Allah SWT sampai memerintahkan Rasulullah SAW untuk memperlama ruku'nya, sebagaimana Dia memerintahkan kepada Malaikat Jibril.

Mengambil ibrah(pengajaran) daripada peristiwa ini, Imam Bakr bin Abdullah Al Mazni mengungkapkan sebuah prinsip hidup terkait hubungan interpersonal. Prinsip ini layak kita jadikan pegangan dalam bergaul. Katanya, Jika engkau bertemu dengan orang yang usianya lebih tua, katakanlah, orang ini lebih dahulu daripadaku dalam hal keimanan dan amal saleh. Ia lebih baik dariku. Jika engkau bertemu dengan orang yang usia lebih mudanya, katakanlah, aku telah mendahuluinya dalam dosa dan kesalahan. Jadi, ia lebih baik daripadaku .

sumber: republika

 
Copyright SMSA Women 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .